Jumat, 01 Oktober 2010

Catatan Kuliah 5

CATATAN KULIAH PERTEMUAN KE-5

INTUISIONISME
Melengkapi pemikiran-pemikiran lain,ada aliran lain yang juga tidak sedikit pengikutnya termasuk sampai hari ini, yaitu intuisionisme. Aliran ini dipelopori oleh Henry Bergson (1859-1941). Menurutnya, intuisi merupakan suatu sarana untuk mengetahui secara langsung dan seketika. Unsur utama bagi pengetahuan adalah kemungkinan adanya suatu bentuk penghayatan langsung (intuitif),di samping pengalaman oleh indera. Setidaknya, dalam beberapa hal. intuisionisme tidak mengingkari nilai pengalaman inderawi, kendati diakui bahwa pengetahuan yang sempurna adalah yang diperoleh melalui intuisi. Harold H. Titus memberikan catatan, bahwa intuisi adalah suau jenis pengetahuan yang lebih tinggi, wataknya berbeda dengan pengetahuan yang diungkapkan oleh indera dan akal; dan bahwa intuisi yang ditemukan orang dalam penjabaran-penjabaran mistik memungkinkan kita untuk mendapatkan pengetahuan langsung yang mengatasi (trancendent) pengetahuan kita yang diperoleh dari indera dan akal.
Secara epistemologis,pengetahuan intuitif berasal dari intuisi yang diperoleh melalui pengamatan langsung, tidak mengenai objek lahir melainkan mengenai kebenaran dan hakikat sesuatu objek. Dalam tradisi Islam, para sufi menyebut pengetahuan ini sebagai rasa yang mendalam (zauq) yang berkaitan dengan persepsi batin. Dengan demikian pengetahuan intuitif sejenis pengetahuan yang dikaruniakan Tuhan kepada seseorang dan dipatrikan pada kalbunya sehingga tersingkaplah olehnya sebagian rahasia dan tampak olehnya sebagian realitas.perolehan pengetahuan ini bukan dengan jalan penyimpulan logis sebagaimana pengetahuan rasional melainkan dengan jalan kesalehan, sehingga seseorang memiliki kebeningan kalbu dan wawasan spiritual yang prima.
Henry Bergson (1859-1941), seorang filosof Perancis modern yang beraliran intuisionisme, membagi pengetahuan menjadi dua macam; “pengetahuan mengenai” (knowledge about) dan “pengetahuan tentang” (knowledge of). Pengetahuan pertama disebut dengan pengetahuan diskursif atau simbolis dan pengetahuan kedua disebut dengan pengetahuan langsung atau pengetahuan intuitif karena diperoleh secara langsung. Atas dasar perbedaan ini, Bergson menjelaskan bahwa pengetahuan diskursif diperoleh melalui simbol-simbol yang mencoba menyatakan kepada kita “mengenai” sesuatu dengan jalan berlaku sebagai terjemahan bagi sesuatu itu. Oleh karenanya, ia tergantung kepada pemikiran dari sudut pandang atau kerangka acuan tertentu yang dipakai dan sebagai akibat maupun kerangka acuan yang digunakan itu. Sebaliknya pengetahuan intuitif adalah merupakan pengetahuan yang nisbi ataupun lewat perantara. Ia mengatasi sifat lahiriah pengetahuan simbolis yang pada dasarnya bersifat analitis dan memberikan pengetahuan tentang obyek secara keseluruhan. Maka dari itu menurut Bergson, intuisi adalah sesuatu sarana untuk mengetahui secara langsung dan seketika.
Lebih lanjut Bergson menyatakan bahwa intuisi sebenarnya adalah naluri (instinct) yang menjadi kesadaran diri sendiri dan dapat menuntun kita kepada kehidupan dalam (batin). Jika intuisi dapat meluas maka ia dapat memberi petunjuk dalam hal-hal yang vital. Jadi, dengan intuisi kita dapat menemukan “elan vital” atau dorongan yang vital dari dunia yang berasal dari dalam dan langsung, bukan dengan intelek.
Dari uraian sederhana ini dapat dibuat kesimpulan, bahwa menurut intuisionisme, sumber pengetahuan adalah pengalaman pribadi, dan sarana satu-satunya adalah intuisi.

FENOMENOLOGI
Fenomenologi adalah gerakan filsafat yang dipelopori oleh Edmund Husserl (1859 – 1838). Salah satu arus pemikiran yang paling berpengaruh pada abad ke-20. Sebut saja para filsuf seperti Ernst Cassier (neo-Kantianisme),Mc.Taggart (idealisme),Fregge (logisisme),Dilthey (hermeneutika) Kierkergaard (filsafat eksistensial), Derida (poststrukturalisme) semuanya sedikit banyak mendapat pengaruh dari fenomenologi. Fenomenologi mencoba menepis semua asumsi yang mengkontaminasi pengalaman konkret manusia. Ini mengapa fenomenologi disebut sebagai cara berfilsafat yang radikal. Fenomenologi menekankan perlunya filsafat melepaskan diri dari ikatan historis apapun apakah itu tradisi metafisika, epistimologi, atau sains. Tujuan utama fenomenologi adalah mengembalikan filsafat ke penghayatan sehari-hari subjek pengetahuan. Kembali ke kekayaan pengalaman manusia yang konkret, lekat, dan penuh penghayatan. Selain itu, fenomenologi juga menolak klaim representasionalisme epistimologi modern. Fenomenologi yang dipromosikan Husserl sebagai ilmu tanpa presuposisi. Ini bertolak belakang dengan filsafat Hegel menafikan kemungkinannya ilmu pengetahuan tanpa presuposisi. Presuposisi yang menghantui filsafat selama ini adalah naturalisme dan psikologisme. Pengaruh fenomenologi sangat luas. Hampir semua disiplin keilmuan mendapatkan inspirasi dari fenomenologi. Psikologi, sosiologi, antropologi, sampai arsitektur semuanya memperoleh nafas baru dengan munculnya fenomenologi. Penyamarataan ilmu-ilmu humaniora dengan ilmu-ilmu mendapatkan tentangan keras dari filsuf-filsuf yang menginginkan adanya pemilahan, baik sacara metodologis, ontologis, dan epistimologis antara ilmu-ilmu humaniora dan ilmu-ilmu alam. Para filsuf merasa bahwa manusia tidak semata-mata ditentukan oleh hukum maupun bertindak secara rasional semata, melainkan juga memiliki emosi, kehendak,dll yang tidak dapat diukur begitu saja dengan model-model ilmu alam.

REFLEKSI :
Intuisionisme adalah salah satu aliran berpikir dalam filsafat, yang mana aliran ini menjadi penting karena aliran ini mencoba untuk menggambarkan apa yang membedakan antara intuisi dengan insting. Jika kita memelajari secara keseluruhan maka kita akan menemukan berbagai perbedaan antara intuisi dengan insting manusia,terkadang orang-orang menganggap intuisi itu adalah sama dengan insting tetapi setelah di kaji lebih lanjut insting dan intuisi itu berbeda dengan memahami secara mendalam apa arti dari intuisi maupun dari insting itu sendiri. Dalam kehidupan keseharian intuisi tidak dapat di prediksi dan terjadi secara spontan karena adanya suatu firasat yang dirasa tidak biasa dengan melihat gejala-gejala yang nampak asing,tetapi insting adalah suatu kepekaan seseorang dalam menyikapi segala sesuatu dan terkadang insting yang peka hanya ada pada hewan sedangkan untuk manusia intuisi alam bawah sadar yang lebih bekerja. Sedangkan dalam aliran fenomenologi mencoba menepis semua asumsi yang mengkontaminasi pengalaman konkret manusia sehingga sering dikenal sebagai ilmu filsafat yang diterapkan secara radikal yaitu lebih menekankan pada hal itu sendiri lepas dari segala presuposisi dengan menghindari semu konstruksi, asumsi yang dipasang sebelum dan sekaligus mengarahkan pengalaman.

0 comments:

Posting Komentar